Sebuah Kisah Nyata dari seorang Kawan Yang Malang
Hari itu merupakan hari yang tidak Pernah ia lupakan...Sebut saja namanya si A...
Kesehariannya adalah sebagai supir Angkutan Kota, demi menafkahi seorang istri dan seorang putri kecilnya yang cantik yang baru usia balita.
Kegigihannya yang tanpa kenal lelah untuk keluarga tercinta membuat ia harus bisa bertahan dengan kuat dan tegar menghadapi terpaan hidup di jalanan yang kasar bahkan tanpa etika.
Secara pribadi ia adalah seorang yang bersungguh-sungguh dan berusaha untuk selalu taat aturan, meskipun setiap saat harus menghadapi "Perlakuan diluar kewajaran" tak peduli itu sesama sopir angkutan, premanisme bahkan aparat sekalipun. Inilah yang menjadi momok yang selalu menghantui pikirannya... Apakah Hukum itu masih ada??
Ada saja saban hari yang membuat ia harus rela merogoh kocek untuk hal-hal yang tidak pernah diatur dalam hukum, sehingga sedikit sekali penghasilan yang bisa ia bawa pulang untuk anak dan istri yang selalu menanti di rumah. Tapi ia tetap bertahan karena memang hanya itu yang ia punya.
Namun Hari itu, adalah naas baginya ketika semuanya harus berakhir di tangan aparat. Merenggut semua daya dan pikiran positif yang dimilikinya. Pikiran Positif bahwa hukum itu berlaku adil.
Sudah lazim di dunia angkutan yang ia geluti, setiap turun istirahat, ada supir cadangan yang menggantikan. Hari itu seperti biasanya ketika ia istirahat, Angkot yang ia bawa di gantikan oleh supir cadangan yang rata-rata hanya memiliki SIM A bukan umum. Apesnya, angkot tersebut terjaring Razia. Sudah dapat dipastikan si supir cadangan kena tilang. Namun kenyataannya berbeda, SIM si supir cadangan yang tidak sesuai peruntukannya itu tidak ditilang, akan tetapi Mobil Angkutan Kotanya yang di "kandangkan" meskipun surat-surat Mobil Angkutan Kota yang ia bawa tersebut lengkap. Akhirnya supir cadangan tersebut melaporkan kejadian itu ke supir utamanya yaitu si A tadi. Mendapat laporan seperti itu, si A buru-buru mendatangi tempat angkotnya di kandangkan. Di sana ia meminta agar angkotnya dilepaskan, karena kesalahan bukan pada kelengkapan kendaraan Angkotnya itu, akan tetapi kesalahan ada pada pengemudinya pada saat razia tersebut, karena memliki SIM tidak sesuai peruntukkannya.
Namun aparat bersikukuh untuk tidak melepaskan Angkot itu dengan alasan untuk "efek jera" walaupun surat-surat lengkap, namun harus diberi pelajaran agar supir-supir cadangan seperti itu tidak membawa angkot seenaknya. Si A pun menjadi bingung, karena dengan ditahannya angkot tersebut, otomatis tidak dapat mencari rezeki pada hari itu dan sudah pasti setoran harus tetap ia bayar. Si A kemudian mengadukan hal tersebut kepada sahabatnya yang mengerti tentang hukum. dan setelah mendapatkan penjelasan dari sahabatnya tersebut, esok harinya Si A kembali mendatangi kantor tersebut dan mengutarakan kepada aparat yang ada di sana mengenai apa yang ia ketahui dari sahabatnya itu. Aparat tidak bergeming, Si A makin pusing.
Hari ke-tiga angkot masih di kantor itu, si A kembali menghubungi sahabatnya tadi untuk meminta suaka. Kemudian sahabatnya menyarankan agar si A mengambil jalur hukum saja, dan si A menyetujuinya. Malang nasib si A, karena si juragan angkot tidak mau mengambil jalur hukum tersebut, karena takut dan tidak percaya semua akan berhasil secara hukum. yang ada malah nantinya akan menjadi masalah setiap angkot tersebut jalan dan akan selalu kena razia dan ditilang aparat meskipun semuanya lengkap. Ditambah lagi akibat si A menempuh jalur hukum tersebut, aparat marah-marah dan tidak mau melepaskan angkot tersebut meskipun angkot lain yang terjaring razia dan "dikandangkan" karena memang tidak lengkap telah di lepaskan. Untuk itu, akhirnya si juragan mendatangi sendiri kantor tersebut dan beberapa hari setelah itu, angkot berhasil di keluarkan dari kantor tersebut setelah si juragan merogoh beberapa rupiah seperti yang dilakukan oleh angkot-angkot lain yang ikut terjaring razia.
Sekarang... tinggallah si A yang bernasib malang karena mencari keadilan yang sesungguhnya itu. Para rekan-rekan sesama supir angkot meledeknya habis-habisan, Juragan angkot pun sudah memecat dirinya, sedangkan juragan-juragan angkot lainnya tidak mau menerima si A sebagai supir untuk mobil angkotnya karena takut tertimpa masalah yang sama.
Si A sekarang hanya bisa menangis pilu karena teringat anak istrinya di rumah yang sudah hampir satu bulan tidak bisa ia nafkahi. Putri kecilnya yang cantik tidak lagi bisa minum susu seperti biasanya, karena bapaknya tidak sanggup lagi membeli susu untuknya. Jangankan untuk beli susu anaknya, untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari saja ia tidak sanggup.
Sungguh malang Nasib supir angkot ini.
Sungguh malang nasib Si A....
hanya karena ingin menemukan "Hukum Yang Sejati" harus berakhir seperti ini...
Namun di lubuk hatinya, masih tersimpan keyakinan bahwa "Hukum Yang Adil" itu masih tetap ada.
Adil tanpa memilih pribadi sendiri-sendiri, tanpa memandang kedudukan, pangkat dan jabatan.
Adil yang berdasarkan atas "keManusiaan yang Beradab dan keTuhanan Yang Maha Esa."
Semoga kisah nyata ini, dapat menjadikan kedewasaan berfikir, bersikap dan bertindak bagi kita semua. Amin.
Comments